Saturday, December 14, 2013

Brief History of Internet


A Brief History of the Internet is an short animated documentary starts with the 1960's ARPAnet, and touches on NCP, Email, LANs, birth of the internet, TCP/IP, NSFnet, PSInet, UUNET, NREN, World Wide Web, Mosiac, and Netscape.

Source : http://www.youtube.com/watch?v=nVTUi6wWN3M

Saturday, November 30, 2013

The Definition of Harddisk

Hard disk is medium data storage on a computer that consists of a collection of magnetic hard disks and spinning, as well as other electronic components. Hard disks use a flat disc called the platter, which on both sides are coated with a material that is designed to be able to store information magnetically. Platter-platter by punching holes in the center are arranged and rearranged on a spindle. Platter spinning at very high speed which is controlled by the spindle motor that is connected to the spindle. Special literacy electromagnetic tool named head mounted on a slider and is used to store information in a disk or read. Slider mounted on the arm, all of which are connected mechanically to a single collection on the surface of the disc and is connected via a device called the actuator. There was also the logic board to regulate the activity of other components and communicates with the PC.

ATA / EIDE. EIDE hard disk (Enhanced Integrated Drive Electronics) or ATA (Advanced Technology Attachment) is the latest version of a stAndard disk interface suitable for connection to the bus. Many manufacturers have a range of disk with a disk interface EIDE / ATA disk can be connected directly to the PCI bus and roomates which is used in many PC (personal computer).

SCSI. Many disks have interfaces designed for connection to a standard SCSI bus. The disks tend to be more expensive, but have better performance which is possible due to excess SCSI bus than the PCI bus. Access to the same can be done for many disk drives as the drive interface is actively connected to the SCSI bus only when the drive is ready to transfer data. This is especially useful in applications where there are a large number of requests for small files, which often happens in a computer used as a file server.

RAID. Promises great performance and provides a large and reliable storage. Disk is used both in high-performance computer and in systems that require dramatically higher reliability than normal levels. However, with the decline in prices to a more affordable level, the disk becomes more attractive even for a computer system with size - average.

SATA. SATA hard disk of the type (Serial Advanced Technology Attachment), the disk interface ATA (Advanced Technology Attachment) by using the serial version of the thin cable that has small wires. Total about two-thirds of total hard drive cable with type EIDE or ATA disks are numbered 39 pins and SATA has very high speed data transmission and reducing latency. So, this serial bus is able to exceed the speed of parallel bus.

Pendidikan Iman Katolik Berpusat Pada Kasih Dalam Keluarga

Kebanyakan umat katolik percaya bahwa keluarga merupakan tempat pendidikan yang pertama dan utama bagi semua anak, terutama mereka yang mempunyai orang tua sendiri. Namun sayang kepercayaan tersebut sering kali tidak diimbangi dan ditindaklanjuti dengan usaha mereka dalam mendidik anak-anak mereka di rumah. Tidak sedikit kiranya orang tua yang hanya mampu memberikan pendidikan jasmani dan intelektual kepada anak-anak. Mereka tidak mampu memberikan pendidikan rohani maupun moral dan sosial kepada anak-anak mereka sendiri.
Salah satu yang barangkali mendorong mereka berbuat demikian ialah terlalu besarnya kepercayaan mereka kepada para guru di sekolah dan kepada para pemimpin Gereja di paroki. Mereka mengira, anak-anak mereka akan menjadi baik asal saja anak-anak itu belajar di sekolah katolik dan cukup aktif di lingkungan katolik, entah di tingkat wilayah, entah di tingkat paroki.

PENDIDIKAN IMAN BAGI ANAK

A. Keluarga Kristiani
Di mata kaum kristiani, keluarga mempunyai martabat yang luhur dan peran yang penting, baik dalam Gereja maupun dalam masyarakat. Menurut Kitab Suci, perkawinan dan keluarga disiapkan dan diberkati oleh Allah sendiri. Melalui perkawinan, seorang pria dan wanita diutus untuk beranak cucu dan bersatu menjadi satu pasangan tak-terpisahkan (Kej 1-2).
Gereja mengajarkan, bahwa Allah menyiapkan dan memberkati perkawinan dan keluarga karena beliau mempunyai rencana dan tujuan tertentu. Tentang keluarga, hal-hal berikut perlu mendapat perhatian kita :
 < Keluarga adalah unit dasar dari masyarakat : menurut rencana Allah, keluarga terdiri dari satu pria, satu wanita, dan anak-anak (Kej 1-2).
< Keluarga adalah tempat pertama dan utama untuk melatih dan mendidik anak-anak.
< Keluarga adalah tempat untuk melatih para calon pemimpin.
< Keluarga kristen merupakan sebuah Gereja kecil.
Sayang, dewasa ini timbul banyak sekali faktor yang dapat memecah belah keluarga. Komunitas kasih itu tidak selalu utuh, anggotanya mudah tercerai berai, entah karena perceraian secara resmi ataupun karena perpisahan yang terjadi begitu saja.
Berikut adalah hal-hal yang dapat merusak keutuhan keluarga :
< Rumah tidak lagi menjadi pusat kegiatan keluarga.
< Kesibukan orang tua di luar rumah terlalu berlebihan.
< Informasi dari media massa bisa berpengaruh negatif.
< Tempat hiburan yang tidak sehat semakin bertambah.
< Materialisme membuat orang cenderung mencari yang enak.
< Budaya instant mengalahkan norma agama dan moral.
< Tawaran akan barang-barang konsumtif semakin gencar.
Bila hal-hal diatas kurang diwaspadai dan tidak ditangani secara cepat dan tepat, keutuhan keluarga dapat berada dalam bahaya besar. Kondisi dunia dewasa ini dapat membuat setiap anggota keluarga tenggelam dalam kehidupan pribadi masing-masing.

B. Iman Kristiani
Sama dengan iman non-kristen, iman kristen terarah kepada Allah. Umat kristen percaya penuh kepada kepada Bapa, dengan kekuatan Roh Kudus, dengan perantaraan Yesus Kristus.
Selanjutnya, tentang iman orang kristen, hal-hal berikut kiranya perlu diperhatikan :
< Iman merupakan tindakan dan keputusan pribadi, untuk membuka diri demi hidup baru, dalam Yesus Kristus.
< Beriman berarti percaya penuh kepada Yesus Kristus, percaya akan Injil Kristus sebagai firman Tuhan dan sebagai kabar suka cita, percaya bahwa Injil Kristus adalah kebenaran.
< Iman tidak terombang-ambing oleh perasaan, karena lebih merupakan suatu ketetapan hati.
-Shalom-

Source :http://stellamarisserpong.wordpress.com/2012/09/25/pendidikan-iman-katolik-berpusat-pada-kasih-dalam-keluarga/

Jika Biji Tidak Mati


Subito Choir menyanyikan sebuah lagu "Jika Biji tidak mati" (arrs oleh Bonny PS) dalam Perayaan Ekaristi mengenang 9 tahun berpulangnya Bapak Alexius Soemarmo ke rumah Bapa di Surga pada tanggal 17 Juli 2013.

Source : https://www.youtube.com/watch?v=Ag0C_UJtZMQ

UU No.11 Tahun 2008 tentang ITE

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu
proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa tanggap
terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;
b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia
sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia sehingga
mengharuskan dibentuknya pengaturan mengenai
pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat
nasional sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat
dilakukan secara optimal, merata, dan menyebar ke seluruh
lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;
c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi
yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan
kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang
secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentukbentuk
perbuatan hukum baru;
d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi
harus terus dikembangkan untuk menjaga, memelihara,
dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional
berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi
kepentingan nasional;
e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting
dalam perdagangan dan pertumbuhan perekonomian
nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;
f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan
Teknologi Informasi melalui infrastruktur hukum dan
pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi
dilakukan secara aman untuk mencegah
penyalahgunaannya dengan memperhatikan nilai-nilai
agama dan sosial budaya masyarakat Indonesia;
g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf
f, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data
elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data
interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail),
telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah
yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang
mampu memahaminya.
2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang
dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk
mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses,
mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan
informasi.
4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang
dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau
sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau
didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik,
termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar,
peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka,
Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna
atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu
memahaminya.


5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan
prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan,
mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,
menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau
menyebarkan Informasi Elektronik.
6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan
Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, dan/atau masyarakat.
7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem
Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun
terbuka.
8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem
Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan
terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara
otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat
elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan
identitas yang menunjukkan status subjek hukum para
pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
10.Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum
yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang
memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
11.Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen
yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan
diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit
dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi
Elektronik.
12.Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri
atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau
terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
13.Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan
atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
14.Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik,
magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi
logika, aritmatika, dan penyimpanan.
15.Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem
Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya
atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk
dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
lainnya.


17.Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat
melalui Sistem Elektronik.
18.Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
19.Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
20.Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara
negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang
dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,
yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik
untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
21.Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara
Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
22.Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau
perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
23.Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang
ditunjuk oleh Presiden.
Pasal 2
Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum
Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di
luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan
Indonesia.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 3
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, manfaat,
kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih teknologi
atau netral teknologi.


Pasal 4
Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
dilaksanakan dengan tujuan untuk:
a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari
masyarakat informasi dunia;
b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang
untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang
penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi
seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan
e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum
bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.
BAB III
INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau
hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-
Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat
dalam bentuk tertulis; dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-
Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau
akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam
Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi
harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang
informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses,
ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat
dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan.

Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang
telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus
memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik
yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundangundangan.
Pasal 8
(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada
saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke
suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan
Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang
berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah
kendali Penerima yang berhak.
(3)Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem
Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik,
penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik
yang ditunjuk.
(4)Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang
digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi pertama yang berada di luar kendali
Pengirim;


b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi terakhir yang berada di bawah kendali
Penerima.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem
Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan
benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk
yang ditawarkan.
Pasal 10
(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi
Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi
Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi
Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait
hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat
proses penandatanganan elektronik hanya berada
dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik
yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang
terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut
setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk
mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa
Penanda Tangan telah memberikan persetujuan
terhadap Informasi Elektronik yang terkait.


(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik
berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda
Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak
berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehatihatian
untuk menghindari penggunaan secara tidak
sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan
Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda,
menggunakan cara yang dianjurkan oleh
penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara
lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh
Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda
Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung
layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data
pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah
dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan
dapat menimbulkan risiko yang berarti,
kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan
Tanda Tangan Elektronik; dan
d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk
mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda
Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan
semua informasi yang terkait dengan Sertifikat
Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab
atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.


BAB IV
PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK
Bagian Kesatu
Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik
Pasal 13
(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik untuk pembuatan Tanda Tangan
Elektronik.
(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan
keterkaitan suatu Tanda Tangan Elektronik dengan
pemiliknya.
(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:
a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan
b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.
(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan
hukum Indonesia dan berdomisili di Indonesia.
(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi
di Indonesia harus terdaftar di Indonesia.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 14
Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) sampai dengan ayat (5) harus
menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada
setiap pengguna jasa, yang meliputi:
a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda
Tangan;
b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri
pembuat Tanda Tangan Elektronik; dan
c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan
dan keamanan Tanda Tangan Elektronik.

Bagian Kedua
Penyelenggaraan Sistem Elektronik
Pasal 15
(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus
menyelenggarakan Sistem Elektronik secara andal dan
aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya
Sistem Elektronik sebagaimana mestinya.
(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab
terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektroniknya.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.
Pasal 16
(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang
tersendiri, setiap Penyelenggara Sistem Elektronik wajib
mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi
persyaratan minimum sebagai berikut:
a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik secara utuh sesuai dengan
masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan
Perundang-undangan;
b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan,
keotentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan Informasi
Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut;
c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau
petunjuk dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik
tersebut;
d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang
diumumkan dengan bahasa, informasi, atau simbol
yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan
dengan Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;
dan
e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk
menjaga kebaruan, kejelasan, dan
kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.


BAB V
TRANSAKSI ELEKTRONIK
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan
dalam lingkup publik ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad
baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama
transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 18
(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak
Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum
yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang
dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam
Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku
didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana
dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut,
didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus
menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.
11

Pasal 20
(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik
terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim
Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.
Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi
Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya,
atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum
dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:
a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung
jawab para pihak yang bertransaksi;
b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau
c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat
hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik
menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen
Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak
ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala
akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara
Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak
pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi
tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan
memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna
Sistem Elektronik.
12

Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan
fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang
memungkinkan penggunanya melakukan perubahan
informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen
Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
BAB VI
NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,
DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI
Pasal 23
(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,
dan/atau masyarakat berhak memiliki Nama Domain
berdasarkan prinsip pendaftar pertama.
(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada iktikad
baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara
sehat, dan tidak melanggar hak Orang lain.
(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau
masyarakat yang dirugikan karena penggunaan Nama
Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak
mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain
dimaksud.
Pasal 24
(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau
masyarakat.
(2)Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain
oleh masyarakat, Pemerintah berhak mengambil alih
sementara pengelolaan Nama Domain yang
diperselisihkan.
(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah
Indonesia dan Nama Domain yang diregistrasinya diakui
keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
13

Pasal 25
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
disusun menjadi karya intelektual, situs internet, dan karya
intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai Hak
Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
Pasal 26
(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundangundangan,
penggunaan setiap informasi melalui media
elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus
dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.
(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas
kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang
ini.
BAB VII
PERBUATAN YANG DILARANG
Pasal 27
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang
melanggar kesusilaan.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan
dan/atau pencemaran nama baik.
(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan
dan/atau pengancaman.
14

Pasal 28
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan
kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras,
dan antargolongan (SARA).
Pasal 29
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi
ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan
secara pribadi.
Pasal 30
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
milik Orang lain dengan cara apa pun.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan tujuan untuk memperoleh
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
dengan cara apa pun dengan melanggar, menerobos,
melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.
Pasal 31
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam
suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik
Orang lain.
15

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak
bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/
atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang
tidak menyebabkan perubahan apa pun maupun yang
menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau
penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang sedang ditransmisikan.
(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka
penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,
dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan
berdasarkan undang-undang.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
Pasal 32
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah,
mengurangi, melakukan transmisi, merusak,
menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik
Orang lain atau milik publik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum dengan cara apa pun memindahkan atau
mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak
berhak.
(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang mengakibatkan terbukanya suatu Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat
rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan
keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Pasal 33
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan tindakan apa pun yang berakibat
terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan
Sistem Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana
mestinya.
16

Pasal 34
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum memproduksi, menjual, mengadakan untuk
digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,
atau memiliki:
a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang
dirancang atau secara khusus dikembangkan untuk
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;
b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang
sejenis dengan itu yang ditujukan agar Sistem
Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan
memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 33.
(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan
tindak pidana jika ditujukan untuk melakukan kegiatan
penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk
perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan
tidak melawan hukum.
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan,
penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah
data yang otentik.
Pasal 36
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan
hukum melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan
kerugian bagi Orang lain.
Pasal 37
Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang
dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai
dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem
Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.
17

BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA
Pasal 38
(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak
yang menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau
menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan
kerugian.
(2)Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan
terhadap pihak yang menyelenggarakan Sistem Elektronik
dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 39
(1)Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), para pihak dapat menyelesaikan
sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian
sengketa alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
BAB IX
PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT
Pasal 40
(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan.
(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis
gangguan sebagai akibat penyalahgunaan Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu
ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang
memiliki data elektronik strategis yang wajib dilindungi.
(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
harus membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang
elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data
tertentu untuk kepentingan pengamanan data.
18

(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3)
membuat Dokumen Elektronik dan rekam cadang
elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data
yang dimilikinya.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 41
(1)Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan
Teknologi Informasi melalui penggunaan dan
Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi
Elektronik sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat diselenggarakan melalui lembaga yang dibentuk
oleh masyarakat.
(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat
memiliki fungsi konsultasi dan mediasi.
BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 42
Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang ini, dilakukan berdasarkan ketentuan
dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam Undang-
Undang ini.
Pasal 43
(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia,
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi
wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara
Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di
bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.
19

(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan memperhatikan perlindungan terhadap privasi,
kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data,
atau keutuhan data sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem
elektronik yang terkait dengan dugaan tindak pidana
harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri
setempat.
(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penyidik wajib
menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.
(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berwenang:
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang
tentang adanya tindak pidana berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini;
b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk
didengar dan/atau diperiksa sebagai tersangka atau
saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak
pidana di bidang terkait dengan ketentuan Undang-
Undang ini;
c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau
keterangan berkenaan dengan tindak pidana
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;
d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau
Badan Usaha yang patut diduga melakukan tindak
pidana berdasarkan Undang-Undang ini;
e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana
yang berkaitan dengan kegiatan Teknologi Informasi
yang diduga digunakan untuk melakukan tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini;
f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu
yang diduga digunakan sebagai tempat untuk
melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan
Undang-Undang ini;
g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat
dan atau sarana kegiatan Teknologi Informasi yang
diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan
Peraturan Perundang-undangan;
20

h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam
penyidikan terhadap tindak pidana berdasarkan
Undang-Undang ini; dan/atau
i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana
berdasarkan Undang-Undang ini sesuai dengan
ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.
(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan,
penyidik melalui penuntut umum wajib meminta
penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam
waktu satu kali dua puluh empat jam.
(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berkoordinasi dengan Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia memberitahukan dimulainya
penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut
umum.
(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi
Elektronik dan Transaksi Elektronik, penyidik dapat
berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi
informasi dan alat bukti.
Pasal 44
Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang
pengadilan menurut ketentuan Undang-Undang ini adalah
sebagai berikut:
a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
Perundang-undangan; dan
b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3).
BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 45
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
21

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 29 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Pasal 46
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
Pasal 47
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Pasal 48
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
22

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3) dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Pasal 49
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 33, dipidana dengan pidana penjara paling lama
10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 50
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 51
(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 36 dipidana dengan pidana penjara
paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).
Pasal 52
(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi
seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga
dari pidana pokok.
23

(2)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang
digunakan untuk layanan publik dipidana dengan pidana
pokok ditambah sepertiga.
(3)Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 sampai dengan Pasal 37 ditujukan terhadap Komputer
dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik dan/
atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau
badan strategis termasuk dan tidak terbatas pada
lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan,
lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam
dengan pidana maksimal ancaman pidana pokok masingmasing
Pasal ditambah dua pertiga.
(4)Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 27 sampai dengan Pasal 37 dilakukan oleh korporasi
dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.
BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 53
Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan
Perundang-undangan dan kelembagaan yang berhubungan
dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap
berlaku.
BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 54
(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2
(dua) tahun setelah diundangkannya Undang-Undang ini.
24
Agar. . .
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 21 April 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
ANDI MATTALATA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 58
Salinan sesuai dengan aslinya
DEPUTI MENTERI SEKRETARIS NEGARA
BIDANG PERUNDANG-UNDANGAN,
MUHAMMAD SAPTA MURTI

source :  http://www.semboyan35.com/showthread.php?tid=1928

source : 

Saturday, November 9, 2013

Origins of Internet

The first recorded description of the social interactions that could be enabled through networking was a series of memos written by J.C.R. Licklider of MIT in August 1962 discussing his "Galactic Network" concept. He envisioned a globally interconnected set of computers through which everyone could quickly access data and programs from any site. In spirit, the concept was very much like the Internet of today. Licklider was the first head of the computer research program at DARPA, starting in October 1962. While at DARPA he convinced his successors at DARPA, Ivan Sutherland, Bob Taylor, and MIT researcher Lawrence G. Roberts, of the importance of this networking concept.
Leonard Kleinrock at MIT published the first paper on packet switching theory in July 1961 and the first book on the subject in 1964. Kleinrock convinced Roberts of the theoretical feasibility of communications using packets rather than circuits, which was a major step along the path towards computer networking. The other key step was to make the computers talk together. To explore this, in 1965 working with Thomas Merrill, Roberts connected the TX-2 computer in Mass. to the Q-32 in California with a low speed dial-up telephone line creating the first (however small) wide-area computer network ever built. The result of this experiment was the realization that the time-shared computers could work well together, running programs and retrieving data as necessary on the remote machine, but that the circuit switched telephone system was totally inadequate for the job. Kleinrock's conviction of the need for packet switching was confirmed.
In late 1966 Roberts went to DARPA to develop the computer network concept and quickly put together his plan for the "ARPANET", publishing it in 1967. At the conference where he presented the paper, there was also a paper on a packet network concept from the UK by Donald Davies and Roger Scantlebury of NPL. Scantlebury told Roberts about the NPL work as well as that of Paul Baran and others at RAND. The RAND group had written a paper on packet switching networks for secure voice in the military in 1964. It happened that the work at MIT (1961-1967), at RAND (1962-1965), and at NPL (1964-1967) had all proceeded in parallel without any of the researchers knowing about the other work. The word "packet" was adopted from the work at NPL and the proposed line speed to be used in the ARPANET design was upgraded from 2.4 kbps to 50 kbps.
In August 1968, after Roberts and the DARPA funded community had refined the overall structure and specifications for the ARPANET, an RFQ was released by DARPA for the development of one of the key components, the packet switches called Interface Message Processors (IMP's). The RFQ was won in December 1968 by a group headed by Frank Heart at Bolt Beranek and Newman (BBN). As the BBN team worked on the IMP's with Bob Kahn playing a major role in the overall ARPANET architectural design, the network topology and economics were designed and optimized by Roberts working with Howard Frank and his team at Network Analysis Corporation, and the network measurement system was prepared by Kleinrock's team at UCLA.
Due to Kleinrock's early development of packet switching theory and his focus on analysis, design and measurement, his Network Measurement Center at UCLA was selected to be the first node on the ARPANET. All this came together in September 1969 when BBN installed the first IMP at UCLA and the first host computer was connected. Doug Engelbart's project on "Augmentation of Human Intellect" (which included NLS, an early hypertext system) at Stanford Research Institute (SRI) provided a second node. SRI supported the Network Information Center, led by Elizabeth (Jake) Feinler and including functions such as maintaining tables of host name to address mapping as well as a directory of the RFC's.
One month later, when SRI was connected to the ARPANET, the first host-to-host message was sent from Kleinrock's laboratory to SRI. Two more nodes were added at UC Santa Barbara and University of Utah. These last two nodes incorporated application visualization projects, with Glen Culler and Burton Fried at UCSB investigating methods for display of mathematical functions using storage displays to deal with the problem of refresh over the net, and Robert Taylor and Ivan Sutherland at Utah investigating methods of 3-D representations over the net. Thus, by the end of 1969, four host computers were connected together into the initial ARPANET, and the budding Internet was off the ground. Even at this early stage, it should be noted that the networking research incorporated both work on the underlying network and work on how to utilize the network. This tradition continues to this day.
Computers were added quickly to the ARPANET during the following years, and work proceeded on completing a functionally complete Host-to-Host protocol and other network software. In December 1970 the Network Working Group (NWG) working under S. Crocker finished the initial ARPANET Host-to-Host protocol, called the Network Control Protocol (NCP). As the ARPANET sites completed implementing NCP during the period 1971-1972, the network users finally could begin to develop applications.
In October 1972, Kahn organized a large, very successful demonstration of the ARPANET at the International Computer Communication Conference (ICCC). This was the first public demonstration of this new network technology to the public. It was also in 1972 that the initial "hot" application, electronic mail, was introduced. In March Ray Tomlinson at BBN wrote the basic email message send and read software, motivated by the need of the ARPANET developers for an easy coordination mechanism. In July, Roberts expanded its utility by writing the first email utility program to list, selectively read, file, forward, and respond to messages. From there email took off as the largest network application for over a decade. This was a harbinger of the kind of activity we see on the World Wide Web today, namely, the enormous growth of all kinds of "people-to-people" traffic.

INFORMATION TECHNOLOGY AND EDUCATION IN INDONESIA


A. Conventional Education World Indonesia
In general, the World Education was never really into the public discourse in Indonesia, in the sense discussed extensively by various groups who come into contact directly or indirectly with the business of education. However, it does not mean that this issue was never a concern.

Efforts to increase the quality and quantity of quality that carries the name of education has been made by the government, although to date we have not seen the results of that effort. If we look from the point of view of the national or alias generalities so let's see what is done by the government. The work done by the government are usually constitutional order to get a competitive graduate school and ready to compete globally,  by setting the minimum graduation rate UAN with a value of 4.00 with no points combined with the practice exam plus practice exam again without. At this point we find the government instead of trying to improve the quality of education it seems like the government wants to tackle our generation.

If we look carefully, what exactly is the core problem in the world of education, may be much more difficult than build castles in the air. Various things can be blamed as the main problems that hinder the progress of education in Indonesia. However, that clearly can be found as a disability is the conventional learning process that relies on face-to-face between teachers and students, lecturers and students, coaches with training participants, however, was an easy target most easily targeted for critical voices who want to improve the quality of education in the world.

Ineffectiveness is the most suitable word unttuk this system, because along with the times, the exchange of information fast and instant, but the institute is still using the traditional system of teaching (at the high school level we consider inform) with a very slow and not in line with IT developments. Conventional systems should have been abandoned since the introduction of multimedia communication media. Due to the nature of the Internet can be contacted at any time, meaning that students can take advantage of educational programs provided on the Internet at anytime according to their free time so that space and time constraints they face to find learning resources can be resolved. With the rapid development in the field of telecommunications technology, multimedia, and information; listening to lectures, notes on paper is certainly outdated.

B. Use of IT in Education World
Meaning of IT for education should mean availability of channels or means that can be used to broadcast educational programs. But this use of IT is entering a new stage in Indonesia studying the various possibilities for the development and implementation of IT education into the third millennium.

Though the use of IT has not a foreign discourse in the land of Uncle Sam Sana. Use of IT in education has been a custom in the United States in the past decade. This is one major proof of the Indonesian nation behind the nations of the world.  The following are samples of foreign revolutions result of an education system that successfully exploit information technology to support their learning process:
1. River Oaks Elementary in Oaksville, Ontario, Canada, is an example of what will happen in the school. SD is constructed with a special vision: Schools should be able to make a student entering an era of instant information with confidence. Every student in every class had the opportunity to connect with the entire school computer network. CD-ROM is a fact of life. This school does not even coined encyclopedia in print. In all libraries, references stored in a video disk and CD-ROM interktif-can be directly accessed by anyone, and in many forms: making pictures and facts can be combined prior to printing; images can be combined with the information.

2. SMU Lester B. Pearson in Canada is another model of the computer era. The school has 300 computers for 1200 students. And this school has the lowest dropout rate in Canada: 4% compared to the national average of 30%
3. More spectacular achievements demonstrated by Christopher Columbus Junior High School in Union City, New Jersey. In the late 1980s, the school's test scores are so low, and the number of student absences and dropout so high that the state decided to take over. More than 99% of students come from families who use English as a second language.
Bell Atlantic-A telephone company in the region to help provide computer and home network that connects students with classrooms, teachers, and school administrators. Everything is connected to the Internet, and the teachers are trained to use a personal computer. Instead, the teachers held a training course for parents weekend.
Within two years, both the dropout rate and student absences decreased to zero. -Standard student test scores increased almost 3 times higher than the average school throughout New Jersey.

The information represented by a computer connected to the Internet as the main medium has been able to contribute so much to the educational process. This interactive technology gives catalyst for a change in the role of the teacher: from information to transformation. Every school system should be moderate to technology that enables them to learn faster, better, and smarter. And Information Technology is the key to the future of the school toward a model that better.

But the efforts of the nation's children also continue to catch the Indonesian nation in terms of the delivery of the educational process with the use of IT. recently Telkom, Indosat, and Institut Teknologi Bandung (ITB) expressed its readiness to develop IT for education in Indonesia, starting with projects .Telkom said it will continue to improve and enhance the quality of the telecommunications network infrastructure that is expected to be a bone spine (backbone) for the development and application of IT for education and other implementations in Indonesia. In fact, the current Telkom began to develop technologies that utilize ISDN (Integrated Sevices Digital Network) to facilitate the implementation of long-distance conference (teleconference) as a distance learning application.
Many aspects can be proposed to be used as reasons to support the development and application of IT for education in relation to improving the quality of national education in Indonesia. One aspect is the geographical condition of Indonesia with the many scattered islands and contours of earth surface is often hostile, usually submitted for candidate development and application of IT for education. IT is very capable and is the favorite to be the main facilitator for the leveling of education in the archipelago, because IT is relying on the ability of long-distance learning is not separated by a space, distance and time. Demi outreach areas that are difficult, we expect this application to be made as soon as possible in Indonesia.
IMPLICATIONS OF IT IN THE WORLD OF EDUCATION INDONESIA
e-Education, this term may be unfamiliar to the Indonesian nation. e-education (Electronic Education) is the term use of IT in Education. Free open source of information previously inaccessible. Access to resources is not an issue anymore. Library is one of expensive resources. (How many libraries in Indonesia, and how the quality is?) The Internet allows a person in Indonesia to access the library in the United States in the form of Digital Library. There have been many stories about the help the Internet in research, thesis. Exchange of information or the frequently asked questions by experts can be done via the Internet. Without the Internet many final project and thesis which may require more time to be resolved.

A. IT Utilization Institute For Education
The rapid development of IT, especially the Internet, enabling the development of better information services in an educational institution. College environment, other IT utilization is embodied in a system called electronic university (e-University). Development of e-University aims to support education, so the college can provide better information services to the community, both within and outside the university through the internet. Other educational services that can be implemented by means of the internet is to provide online lectures and course material can be accessed by anyone in need.
Environmental Education Academic Indonesia is known alias already familiar with the implications of IT in Education is the UI and ITB. UI. Almost every faculty who are at the UI have a network that can be accessed by the public, provide information that is difficult even to get it because of problems of space and time. It is of course also very helpful for prospective students and students or even graduates who need information about the cost of tuition, curriculum, faculty mentors, or many others. Another example is the Private University Bina Nusantara also have a very steady Internet network, which they bring up to standard Indonesian education academy award to the best site. Services provided on site they can be compared with the services provided by educational sites overseas as the Institute of Education Institute of Education California or Virginia, and so on.
At the high school level implications of IT education have also begun to do though have not been able to try out the implications at the level of secondary education. The high school average internet usage is only as an additional facility and again IT has not been a primary curriculum that is taught to students. IT has not been a major media database for the values, curriculum, students, teachers or others. However, prospects for the future, the use of IT in high school quite bright.

In addition to serving the Institute of Education in particular, those that are to the world in general education in Indonesia. There is also a web site that presents the activities of the education system in Indonesia. This site is intended to summarize the information related to educational developments that occurred and to present a common source and network communications (forums) for school administrators, educators and other enthusiasts. The main purpose of this site is a venue to interact that can accommodate all major sectors of education. Examples of this website is www.pendidikan.net
Besides the educational environment, such as the research activities we can use the internet to search for any material or data required for these activities through search engines on the internet. The site is very useful when we need articles, journals or references required. The example sites such as google.com or searchindonesia.com or sumpahpalapa.net
Initiatives in the use of IT and the Internet outside formal educational institutions but still related to environmental education in Indonesia has begun to emerge. One of the initiatives that now there is a site organizer "Indonesian Community Schools". Sites that organize such activities for example plasa.com and smu-net.com
B. As IT Media Multimedia Learning
Cooperation between experts and also with students who are physically far apart can be done more easily. Previously, a person had to wander or run away to take space and time to see a specialist to discuss a problem. Currently this can be done from home by sending an email. Papers and research can be done with the exchange of data over the Internet, via email, or by using a mechanism Sharring files and mailing lists. Imagine if a student in Sulawesi can discuss issues in computer technology with an expert at a leading university on the island of Java. Students can access anywhere in Indonesia or expert lecturers in Indonesia and even in the world. Geographic boundaries is not an issue anymore.
Sharing information is also needed in the field of research that studies are not repeated (reinvent the wheel). The results of research in universities and research institutes can be used together to speed up the process of development of science and technology.
Virtual university is a new application for the Internet. Virtual university scalable characteristics, which can provide education accessible to many people. If education is only done in a regular classroom, how many people can participate in a class? The number of participants may be filled only 40-50 people. Virtual university can be accessed by anyone, from anywhere. These service providers are www.ibuteledukasi.com Virtual University. Maybe now is the Virtual University services are not effective because the technology is still minimal. But it is expected in the future can use the Virtual University is a more reliable technology such as video streaming in the future will be presented by a local ISP, so as to create an effective learning system that dreamed by every IT expert in the world of Education. Virtual School is also expected to be present at a period of the next decade.
For Indonesia, the benefits already mentioned above can be a good reason to make the Internet as an educational infrastructure. To summarize the benefits of the Internet for education in Indonesia
C. Obstacles  in Indonesia
If it is IT and the Internet has many benefits, of course, we want to use as soon as possible. However, there are some constraints in Indonesia, which led to IT and the Internet can not be used optimally. Readiness of the Indonesian government is still questionable in this case.

One major cause is the lack of availability of human resources, the process of transformation technology, telecommunications infrastructure and legal devices that set. whether operational infrastructure underlying legal education in Indonesia is quite adequate to accommodate the new development of the application of IT for education. Because keep in mind that Cyber ​​Law has not been applied to the world of Law in Indonesia.